Kamis, 06 Agustus 2015

KEJAHILIYAHAN BANGSA ARAB BERUBAH DENGAN DATANGNYA ISLAM

KEJAHILIYAHAN BANGSA ARAB BERUBAH DENGAN DATANGNYA ISLAM

Rasulullah SAW diutus dengan membawa risalah-Nya untuk mengentaskan  umat manusia dari kejahiliyahan menuju jalan terang, dari kehinaan menuju kemulyaan. Dalam bukunya Masyarakat Islam, Prof. Dr. Ahmad Shalaby, Guuru Besar Cairo University, diterjemahkan Prof. Muchtar Jahja,  mengungkapkan perubahan peradaban bangsa Arab, sebagai berikut:

Dari mata pedang ke jalan damai                           
      Bangsa Arab yang dahulu menjadikan pedang (perang) sebagai hakim dalam menyelesaikan persoalan dengan meninggalkan pertimbangan akal meski pun pada permaslahan yang remeh, pada pihak yang benar maupun salah, berubah menjadi berwatak halus, cinta damai, saling berksih sayang, mereka tidak berperang  kecuali terpaksa karena diperangi.

Dari kekuatan ke undang-undang.
                  Orang Arab yang dahulu menjadikan kekuatan sebagai aturan, siapa  yang kuat dialah yang mengatur dan menetukan hukum, setelah datangnya Islam mereka tunduk berdiri sama tinggi duduk sama rendah dibawah undang-un dang.

Dari balas dendam kepada keadilan hukum.
                Jika dahulu mereka suka melampiaskan balas dendam tanpa batas, sehingga jika seorang penduduk suatu suku dibunuh anggota suku yang lain, maka anggota suku terbunuh berusaha membunuh siapa saja yang dijumpainya dari suku pembunuh, setelah datangnya Islam mengertilah mereka bahwa seseorang tidak menanggung dosa orang lain. Pembalasan harus setimpal, tidak boleh berlebihan.

Dari serba halal kepada kesucian.
                 Jika dikalangan mereka dahulu banyak pelacuran, bahkan thowaf  mengeli lingi ka’bah pun dilakukan dengan telanjang dengan menyanyikan syair-syair yang mempesona dan menggiurkan, maka Islam merubah kepribadian yang kotor tersebut menjadi kepribadian yang suci. Laki-laki maupun wanita harus menutup auratnya, menjaga kehormatannya menjauhi maksiat, sehingga orang yang terlanjur melakukan maksiat berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan ampunan  Allah SWT meskipun harus dirajam, demikian yang dilakukan Maiz bin Malik al Aslami begitu pula seorang wanita bani Amir, mereka melaporkan dirinya untuk dihukum karena berzina padahal tak seorang pun yang mengetahuinya.

5.  Dari sifat suka merampas ke kepercayaan.
                  Jika penipuan, perampasan, perampokan sebelumnya merajalela, maka Islam merobah orang menjadi jujur dan dapat dipercaya. At-Thobari meriwayatkan, tetkala lasykar kaum muslimin menduduki Madain, datanglah seseorang menyerahkan kotak berisi butir-butir intan yang nilainya jauh lebih mahal dari harta rampasan yang telah diperoleh, tetapi ia tidak mau memperkenalkan dirinya karena tak mau dipuji, ia hanya mengharap ridho Allah SWT semata. 

      6.  Dari bangsa yang tercerai berai, rapuh dan dilecehkan, menjadi gagah berani, kuat dan disegani.         
       Jika dahulu suku Arab suka  berperang sendiri, sehingga rapuh dan dilecehkan oleh bangsa lain, Islam menjadikan mereka bersatu padu dalam ikatan yang kokoh sehingga menjadi kuat, disegani dan dihormati oleh bangsa lain.

7. Dari hidup kesukuan ke tanggung jawab pribadi.
          Jika dahulu meraka segala sesuatu tergantung sukunya, damai dan perang, benar dan salah, maka islam membimbing mereka untuk memiliki tanggung jawab pribadi, bahwa kelak setiap orang akan melakukan tanggung jawab secara pribadi pula dalam setiap perbuatannya.
                                                                 
8.  Dari menyembah berhala ke aqidah tauhid.
     Dahulu disekitar di sekitar Ka’bah banyak sekali berhala yang mereka sembah, mereka tenggelam dalam peribadahan kebendaan. Mannah, Latta dan Uzza adalah berhala yang terkenal diantara mereka, mereka panjatkan do’a dan memberikan korban untuk berhala tersebut, padahal berhala tak dapat berbuat apa-apa. Islam meluruskan keyakinan kepada aqidah tauhid, tidak beribadah kecuali kepada Allah Rabbul’Alamin.

9.   Dari memandang rendah kaum  wanita menjadi memuliakannya.
                 Sebagian suku bangsa Arab, dahulu memandang rendah kaum wanita, wanita hanyalah ibarat barang yang dapat didatangi setiap anggota keluarga, dapat diwarisi oleh ahli waris, wanita tidak berhak menerima waris, yang menerima waris hanya laki-laki. Disana juga terdapat “nikah istibdla” dimana laki-laki yang mandul dapat mengawinkan istrinya kepada laki-laki lain agar hamil, dan setelah hamil dipungutnya kembali. Demikian rendahnya kaum wanita saat itu sehingga mereka tega mengubur anak wanitanya hidup-hidup. Kemudian Islam merubah semua adat kebiasaan tersebut, wanita diletakkan sederajat dengan kaum laki-laki sesuai dengan fitrohnya, pernikahan dibatasi, kaum wanita juga mendapatkan hak waris, dihormati, bahkan seorang anak wajib berbakti kepada orang tuanya terutama ibunya.

  Dari sistem berkasta-kasta ke persamaan derajat.                                                  
             Jika dahulu kehormatan seseorang ditentukan oleh sistem kasta yang dida sarkan pada suku, darah dan keturunan, Islam menjadikan semua orang berderajat sama, perbedaan hanyalah dihadapan Allah SWT yang didasarkan atas ketaqwaan semata.

       Demikianlah, Islam melakukan perubahan kepribadian bangsa Arab yang amat penuh kenistaan jahiliyah, karenanya Islam bukanlah budayanya orang arab, tetapi Islam yang membentuk kepribadian bangsa Arab.

Jenggot, celana cingkrang, jilbab, cadar bukanlah budaya bangsa Arab, tetapi ajaran Islam yang sudah mentradisi dikalangan mereka. Lihatlah Pangeran Diponegoro, KH. Hasyim Asyari, KHA Dahlan, H. Agus Salim, HOS Cokro Aminoto dan banyak lagi tokoh Ummat, mereka juga berjenggot. Ingatlah orang tua dahulu, ketika tidak bersarung, mereka memakai celana yang longgar dan cingkrang. Lihatlah wanita muslimah yang taat secara dahulu sampai saat ini mereka juga menutup tubuhnya kecuali tangan dan wajah, adapun bercadar meski bukan wajib namun keutamaan karena para istri Nabi semua bercadar. Mereka semua bukan meniru budaya Arab tetapi mereka mengamalkan ajaran islam yang telah mereka pahami. Jika orang Arab mendahului berpakaian seperti itu karena mereka telah terlebih dahulu menerima wahyu.

Karena itu sebutan orang extrim bagi yang berjenggot, bercelana cingkrang, berjilbab dan bercadar dengan pengertian negative tidaklah tepat, bahkan melecehkan ajaran Islam itu sendiri, juga penistaan terhadap Nabi Muhammad –Shallahu’alaihi wasallam- , keluarganya dan para sahabatnya. Extremis adalah sebutan penjajah belanda dahulu bagi para pejuang kemerdekaan.

Harus kita sadari bahwa berIslam itu berproses ada yang tealah sempurna, ada yang baru 80, 60, 40, atau bahkan 10 persen, sehingga memang ada yang baru Islam sebagian dan sebagiannya belum, bahkan diri kita pun kiranya tengah berproses. Maka mari kita jauhkan mengolok-olok sesama muslim, banyak beristighfar dan saling mengingatkan kepada kebenaran dan kesabaran, sebelum ajal menjemput dan Allah mengharamkan masuk surga karena penistaan kita kepada Islam, Rasul-Nya dan para sahabatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan tinggalkan pesan...
ada kesalahan mohon dikoreksi..
Maaf lo komentarnya ga ke bales,soalnya jarang on...